B. Indonesia Sekolah Dasar kisah meja kayu

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan kakek ini
begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah.
Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu di dalamnya tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini.“

Lalu, suami istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring dan gelas, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isah sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski ia tidak mengajukan keberatan. Namun tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Sedangkan, kata-kata yang keluar dari suami istri ini selalu omelan agar ia tidak menjatuhkan makanannya lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua kejadian itu setiap hari dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, suami istri ini memperhatikan anaknya yang sedang memainkan beberapa potongan kayu, yang entah dia dapatkan darimana. Dengan lembut ditanyalah anak itu, “Kamu sedang membuat apa?” Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saat aku sudah besar nanti. Kelak, akan kuletakkan di sudut itu, dekat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, suami istri ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Setelah kejadian itu, mereka makan bersama di meja makan seperti semula. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi sibuk untuk membuat meja kayu.


1. berdasarkan cerita kisah meja kayu tentukan tokoh-tokoh dan tuliskan hikmah dari cerita tersebut
jawab:


2. sifat masing-masing tokoh dalam cerita diatas
jawab:

kisah meja kayu

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan kakek ini
begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah.
Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu di dalamnya tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini.“

Lalu, suami istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring dan gelas, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isah sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski ia tidak mengajukan keberatan. Namun tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Sedangkan, kata-kata yang keluar dari suami istri ini selalu omelan agar ia tidak menjatuhkan makanannya lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua kejadian itu setiap hari dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, suami istri ini memperhatikan anaknya yang sedang memainkan beberapa potongan kayu, yang entah dia dapatkan darimana. Dengan lembut ditanyalah anak itu, “Kamu sedang membuat apa?” Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saat aku sudah besar nanti. Kelak, akan kuletakkan di sudut itu, dekat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, suami istri ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Setelah kejadian itu, mereka makan bersama di meja makan seperti semula. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi sibuk untuk membuat meja kayu.


1. berdasarkan cerita kisah meja kayu tentukan tokoh-tokoh dan tuliskan hikmah dari cerita tersebut
jawab:


2. sifat masing-masing tokoh dalam cerita diatas
jawab:

1. Kakek, suami istri, dan anak. sesibuk apa pun kamu jangan lupakan orang tua yang sudah merawat mu dari kecil dan jaga lah orang tua mu sayangi mereka

2. Kakek: Baik

suami: sombong

istri: sombong

Anak; baik dan penyayang

[answer.2.content]